Me and Friend’s – Cerpen

Me and Friend’s

Hasil karya : Fatih F.G

Warning : abal, Made in Indonesia, Orang Indonesia, Tokoh nyata tapi disamarkan.

Hari ini, cuaca pagi sangat cerah. Aku bersemangat untuk berangkat sekolah kembali setelah liburan selama seminggu. Dan lagi – lagi, aku berangkat bersama 5 sahabat ku. Aku bersekolah di SMP Harapan Nusa. Aku juga punya dua sahabat di dua sekolah lain. Oh, ya. Nama ku Livita, panggil saja aku Livi. Sahabat – sahabat ku di sekolah ada Ninsya, Nalia, Karen, Maliana (Gina), dan Enindah. Dua sahabat ku yang beda sekolah, namanya Ikka dan Revanda. Mereka  bersekolah di SMP Nusa Bangsa  dan SMP Bhakti Jaya. Dan pagi ini, giliran ku yang menjemput 5 sahabat ku menggunakan mobil asrama yang di bagi untuk beberapa siswa dalam satu kelas asrama. Aku mulai dari Ninsya, lalu Enindah, Karen, Maliana (Gina), dan Nalia.

“Ninsya…” teriak ku dari luar pagar rumahnya.

“Iya, tunggu… aku pake sepatu dulu nih!” jawabnya terburu – buru.

“Ok, jangan lama!” jawab ku.

“Udah kok!” jawabnya mengejutkan ku.

“Eh, loh ? cepet banget sih ?” kata ku gagap.

“Hehehe, kaget yah?” oloknya padaku.

“Iih, kamu tu iseng banget  sih!” jawab ku agak ngambek.

“Iya, maaf deh! Ayo, jemput Enindah. Nanti dianya ngambek lagi!” jawab Ninsya mengingatkan.

“Oh ya, lupa ! Enindah kan galak banget kalo kita lelet !” kata ku sambil menepuk dahi.

Kemudian aku dan Ninsya segera bergegas pergi ke rumah Enindah untuk menjemputneya. Kalo telat, nanti ada perang dunia ke – 3 di mobil. Hehehehe, becanda deh! Setelah menjemput Enindah, aku dan Ninsya mulai menjemput yang lain. Seperti Karen, Nalia, dan Maliana (Gina). Setelah menempuh perjalanan selama 30 menit, aku dan sahabat – sahabat ku sampai di asrama putri. Ternyata asrama putri kelas 2.3 (kelas ku) udah ada Sherin. Tapi, ketika aku sampai asrama hanya sendiri karena 5 sahabat ku ada urasan dengan pembimbing eskul meraka. Ninsya,Nalia, dan Karen ada urusan ama Mr.Soni. Gina ada urusan ama kakak kelas . Sedangkan Enindah sedang membicarakan rapat OSIS sekolah. Jadi, aku hanya masuk ke asrama sendirian aja deh! Yah, walaupun ada Sherin tapi tetap aja sepi. Huft ! L

“Hai, Livi !” sapa Sherin padaku.

“Oh, hay! Lagi liat – liat video kan?” kata ku sambil menebak yang sedang dilakukan oleh Sherin.

“Hehehe, ia kok tau sih! Mana yang lain ?” kata Sherin sambil bertanya balik.

“Biasa, mereka ada urusan ama eskul mereka, jadi nya aku ke asrama sendirian deh ! oh,ya! Aku naruh tas dulu yah, sambil liat Silvester.” jawab ku lesu.

“Ok deh !” jawab nya sambil tersenyum.

Aku segera menaiki tangga menuju kamar ku yang ada di lantai 2. Aku kangen ama Silvester (kucing kesayangan ku). Semoga, dia baik – baik saja setelah aku meninggalkannya selama 1 hari 1 malam. Begitu juga teman – teman ku yang meninggalkan peliharaan mereka di asrama. Karena, di sekolah kami ada perawat hewannya sih.

“Hello, Silvester !” sapa ku pada kucing kesayangan ku itu.

“Mieo, Mieo, Mieo !” jawabnya imut.

“Kucing maniss !” jawab ku.

Tiba – tiba pintu kamar ku terbuka KREEEKK. Dengan sedikit takut aku menoleh ke belakang. Dan ternyata, orang itu teman sekamar ku. Ya, dia adalah Enindah. Aku pun menyapanya.

“Hay, gimana urusan OSIS mu ?” tanya ku padanya.

“Yah, seperti biasanya. RIBET !” jawabnya dengan nada agak marah.

“Hahahaha, gimana keadaan Cimut (hamster kesayangan Enindah) ?” kataku lagi.

“Hm, tentunya baik dong !” jawabnya bangga.

“Eh, udah jam 7 nih! ke ruang tengah yuk !” ajak ku padanya.

“Oh,ya! Ayo deh.” katanya seraya menaruh kopernya yang kelihatan berat.

Di ruang tengah udah ada yang lainnya ternyata. Hampir seluruh murid asrama kami telah berada di ruang tengah. Antara lainnya adalah; Ninsya, Karen, Nalia, Denia, Ocha, Sherin, dll. Dengan wajah ceria aku menyapa mereka.

“Hay semua ! J” kataku sambil tersenyum.

“Hay !” jawab mereka serempak.

“Eh, Vira telat lagi nih ?” tanya ku pada teman –  teman ku.

“Mungkin ?!” jawab Ocha dan Sherin serempak.

“Haaah, dasar anak kembar !” kata Karen lesu.

“Hehehe” tawa mereka.

“Assalamualaikum…. Pagi semua….!” sapa Vira sambil membuka pintu asrama kami.

“Pagi…Vira….!” Jawab kami.

“Pelajaran pertama apa hari ini ?” Tanya Denia.

“Oh,” terus Denia lesu.

“Eh, ayo ke kelas. Udah setengah delapan nih !” ajak Denova.

“Ayo !” jawab Vira yang tadinya baru keluar dari kamarnya.

***

            Kelas kami berada di lantai 3 gedung sekolah. Rasanya lelah sekali setelah melalui 40 puluh anak tangga ini (pernah ngitung). Sesampainya kami di sana, ternyata 9 anak cowok yang sebaya dengan kami telah tiba. Ya, kelas ku terdiri dari 18 anak cewek, dan 9 anak cowok. Kami telah bersama selama hampir 2 tahun. Jadi, kami telah dekat seperti keluarga. Setelah masuk, kami duduk rapi di bangku masing – masing dan berdoa yang di pimpin oleh Vira. Ada waktu 30 menit untuk bermain. Kami pun mulai menghambur kelas. Ada yang bermain kejar – kejaran, main laptop, dan membaca buku bacaan. Nggak lupa juga, ada yang berantem. Contohnya, si ketua kelas Vira dan si wakil ketua kelas Alvin.

“Alvin, tolong yah…” pinta Vira.

“Nggak mau ah !Kan yang ketua kelas kamu !” Alvin menolak permintaan Vira.

“Please, yah, mau yah…” rayu Vira (rayuan maut !).

“Aku udah bilang nggak mau, nggak usah maksa dong, jadi orang !” bentak Alvin.

“Adooohhh, jangan berisik pang, pagi – pagi !” tegur Aira dengan suara kerasa nan cempreng.

“Tobat aja deh aku punya temen kayak kalian.” Lanjut Denova.

“Duh, susah ya punya partner kayak kamu !” gerutu Vira.

“So…???” tanya Alvin.

“Soto pake bakso enak rasanya Vin !” jawab Dian (ngelawak ini anak).

“Hahahaha…” tawa kami semua.

“DIAM !!!” tegur Vira dengan teriakan yang keras (sabar bu…).

“Ah, aku nggak ikut – ikutan deh.” Kata ku.

“Aku juga diam aja deh.” Lanjut Ocha.

Pertengkaran mereka masih berlanjut selama 5 menit. Dan pertengkaran sengit itu pun, di menangkan oleh Vira. Mungkin Alvin sadar kegarangan Vira. Alvin keluar kelas menuju ruang piket. Mungkin ada pengumuman penting. Vira masih bersikap dingin. Ia duduk dengan tatapan dingin, sedingin es. Kami tak ada yang berani menegurnya. Denova yang teman sebangku Vira pun, sepertinya cukup tersiksa dengan sikap Vira. Tak lama kemudian, Alvin kembali ke kelas dan membisikkan sesuatu pada Vira. Lalu, Vira berdiri dari tempat duduknya dak berdiri di depan kelas.

“Teman – teman, tanggal 25 Juli nanti, sekolah akan mengadakan festival bunga. Jadi, kita harus membuat stand an membawa bunga. Jadi, bagaimana kalau kita membawa bunga sebanyak 27 macam ? Setuju ?”  Vira berbicara dengan tenang, seakan – akan tadinya tak ada yang terjadi. Padahal, kami saja masih tegang.

“Setuju !” kata kami serentak.

“Tapi, kita ngak nyari sendiri – sendiri kayak festival balon yang lalu kan ?” tanya Willa.

“Kalau itu, nanti ku pikirin lagi deh, hehehe.” jawab Vira (Gubrak !!). “Ada pertanyaan yang lain ?” tanya Vira lagi.

“Mm, ada kelompoknya nggak ?” tanya Ninsya.

“Belum aku pikirin heh ! Hehehe…” jawab Vira (sekali lagi, Gubrak !!).

“Hedeh, capek deh…” jawab Ninsya.

“Ya udah, pengumuman aku tutup. Kalau nanti sudah dekat waktunya, kita rapat lagi. Ok, thanks for your attention.” Kata Vira menutup pengumuman, sekaligus rapat kecil itu.

Tak lama kemudian, bu Ellen sang guru PKN datang membawa setupuk kertas ulangan kami hari kamis lalu. Wah, dapat berapa nih aku. Semoga lulus, amien ! Bu Ellen hanya akan membacakan nama kami sekali, dan suara kecil pula. Harus di dengarkan baik – baik agar dapat kertas ulangannya. Aku bersyukur, karena aku mendapat nilai di atas nilai standard. Setelah mendapat kertas ulangan, kami harus membacakan nilai kami yang tertera pada kertas ulangan kami. dan, lagi – lagi, dengan suara kecil. Lalu, setelah mendapatkan nilai – nilai kami, bu Ellen membereskan kertas – kertas lain yang berserakan di meja guru itu.

“Ya, bagus kelas ini tak ada yang mengulang. Kalau begitu, ibu permisi dulu. Ibu ada urusan. Selamat pagi.” Kata bu Ellen seraya pergi keluar dari kelas kami.

“Selamat pagi bu…” jawab kami.

“Hah ?! Gitu doang ? Bagi hasil ulangan, ngambil nilai, terus pergi gitu ?” gerutu Rani.

“Udah lah, biarin aja. Toh, ibunya ada urusan ini. Habis ini kan pelajaran pak Yuda. Jadi, siapin aja buku fisika di atas meja, terus terserah kamu.” Jawab Marcella enteng.

“Iya deh.” Rani pasrah.

“Denia, nanti bangunin aku ya, aku mau tidur dulu.” Kata Billy pada Denia.

“Huh ! Tadi malam, kamu nggak tidur ?” tanya Denia pada Billy.

“Nggak say, aku nginstalin komputernya Tito.” Jawab Billy manja.

“Ya udah deh…” jawab Denia yang akhirnya menyerah.

“Makasih, say !” jawab Billy. Muka Denia memerah karena mendengar jawaban Billy (cieee).

Akhirnya, Billy tertidur pulas dengan bantal kecilnya di pojokan kelas. Aku mengikuti 5 sahabat ku duduk mengitari meja Ninsya dan Karen. Sedangkan yang lain, main di depan kelas, main laptop, dan berjoget ria. Aku dan ke-5 sahabat ku, hanya menonton kehebohan mereka. Lucu, bahkan sangat lucu. Apa lagi, saat Nalia sedang melawak bersama Karen. Kelas akan penuh dengan tawa riang. Seru sekali di sini. tak terasa sudah 1 jam kami lalui tanpa guru seorang pun. Beberapa sat kemudian, Rani dan Adlina berlarian kecil sambil berteriak “Ada pak Yuda ! Ada pak Yuda !” teriaak mereka berdua. Kami segera duduk dengan rapi setelah mendengar peringatan dari Rani dan Adlina. Dan saat itu juga, Denia bergegas membangunkan Billy.

Seorang lelaki yang berumur sekitar 40 tahunan, masuk ke kelas kami. beliau, menenteng tas laptopnya tangan sebelah kiri, dan membawa 3 buku fisika yang cukup tebal di tangan kanannya. Di hamburnya kertas yang berada di bagian tengah salah satu bukunya itu ke atas meja. Tak lupa, di bukanya laptopnya. Pasti ingin memasukkan nilai yang tertera di kertas – kertas yang di hamburnya tadi. Dan akhirnya, beliau memberi salam pada kami dan memberi tugas.

“Selamat pagi anak – anak. Kita mulai pelajarannya. Buka halaman 203 tentang gerak. Kerjakan ! Saya beri waktu 1 jam 30 menit. Kalau ada yang tidak mengerti, tanyakan saja.” Perintahnya.

“Baik, pak !” jawab kami.

Keadaan tenang tanpa suara terjadi selama beberapa menit. Setelah itu, bisa di tebak. Ya ribut, dong ! Setelah aku menyelesaikan tugas itu, aku kembali ke tempat duduk ku, dan membicarakan festival bunga itu. Kami teringat saat mencari 27 macam bentuk balon itu, kami harus mengelilingi kota dahulu. Pengalaman seru dan melelahkan. Tapi, itu terbayar saat sekolah mengumumkan kami menjadi juara ke-3 di festival balon itu. Aku berharap sih, kalau kali ini kami bisa mendapt juara 1. KRIIINNNGGG, bel berbunyi. Artinya, ini adalah bel istirahat makan siang. Pak yuda menutup laptopnya, dan juga membereskan kertas – kertas yang berserakan di atas meja itu. Pak Yuda menyuruh Denia membagikan buku tugas fisika kami. aku melihat sebuah coretan pulpen di pojok bawah buku ku. Ta, itu paraf pak Yuda.

“Ya, terima kasih. Selamat siang.” Katanya pada kami.

“Selamat siang pak !” jawab kami serentak.

Kami bersiap pergi ke ruang makan sekolah. Ternyata, di sana telah banyak murid yang telah berbaris mengambil makan siang mereka. Aku dan yang lainnya pun ikut berbaris. Menu hari ini adalah ; Nasi putih + ayam goreng + dan mie goreng. Juga tak lupa jus jeruk dan susu yang menyegarkan. Kami ber-6 mengambil meja makan yang berada di tengah – tengah ruang makan. Saat kami baru memakan makan siang kami, kami melihat seseorang yang sedang kebingungan. Sepertinya, adik kelas.

“Maaf ya dik, ada yang perlu di bantu ?” tanya Karen (tumben ini anak baik. Biasanya kan, raja jahil).

“Saya nggak kebagian kursi kak.” katanya dengan nada memelas.

“Duduk di sini aja dik.” Usul ku.

“Benar nih kak ?” tanyanya.

“Bener kok.” jawab Nalia.

“Makasih kak.” ucapnya.

“Ya sama – sama.” Jawab Anna (nyamber aja nih anak).

“Nama ? Kelas ?” tanya Enindah.

“Citra Klarasati, kelas 7.6 kak.” jawabnya.

“Panggilan ?” tanya Ninsya.

“Aras kak. panggil gitu aja ya kak.” jawabnya.

“Mm, baiklah.” Jawab Ninsya.

Aras adalah anak yang asyik. Ia bisa nyambung dengan kami. Karena, tak banyak orang yang bisa langsung akrab dengan kami dalam hitungan menit. Dia memang anak yang luar biasa. Tak terasa waktu telah berjalan 30 menit, bel tanda acara makan  siang kami berbunyi, kami pun mengakhiri obrolan kami. Aaaah, akhirnya pelajaran terakhir juga. Kami segera meninggalkan ruang makan, dan pergi ke kelas. Pelajaran terakhir, adalah pelajaran Matematika. Gurunya adalah, pak Romi. Di orang yang baik sih, bahkan kelewat baik. Pelajaran yang cukup sulit ini, kami kerjakan bersama. Kami kan, mementingkan solidaritas (malah, terlalu solidaritas). Pukul 14.00, bel tanda pelajaran berakhir telah berbunyi. Kami segera meninggalkan kelas dan pulang menuju asrama kelas.

“Ngantuk, capek, plus suntuk. Aku pengen tidur.” Keluh Karen

“Eits, pertarungan UNO kita belum selesai kemaren.” Tegur Ninsya.

“Oh, iya ! Kamu pasti kalah Nin.” kata Karen kembali semangat.

“Kalo urusan UNO aja, semangat 45 nih anak.” Kata Anna ketus.

“Biarin ! Weee…” jawab Karen sambil menjulurkan lidahnya.

***

            Akhirnya, kamar ku dan Enindah dapat giliran sebagai tuan rumah pertandingan UNO. Suasananya, rame banget. Penuh dengan teriakan gembira dan kecewa. Apalagi, saat ada duel Ninsya VS Karen. Kamar ku bakal heboh nggak karuan pokoknya.

“Ayo cepetan dong, ngocoknya Karen.” Perintah Ninsya.

“Iya, iya. Nggak usah cerewet coba. Kalau mau cepet, ngocok sendiri nih !” omel Karen sambil menyerahkan kartu UNO yang tadi sedang di kocoknya pada Ninsya.

“Nggak deh. Nanti, malah berhamburan lagi. Hehehe…” jawabnya malu.

“Nah, nggak bisa aja tuh.” Omel Karen lagi.

“Hehehe…” tawa Ninsya malu.

“Ketawa Ninsya, ketawa…” goda kami.

“Huft !” Ninsya menggembungkan pipinya.

“Nggak usah sok cabi deh !” tegur Anna (jleb).

“Huh !” Ninsya tambah ngambek.

“Udah deh, jdi main nggak nih ?” Karen mengingatkan kami.

“Jadi dong !” jawab kami serentak.

Dengan serunya kami main. Hingga tak terasa sudah 2 jam kami bermain. Mungkin, kartunya saja sudah merasa capek sekarang karena kami mainkan selama 2 jam tanpa henti. Akhirnya, kami memutuskan untuk mengakhiri permainan ini, dan pergi menuju ruang tengah asrama. Di sana teman- teman kami sedang bermain ria, tanpa batas. Ada yang menonton televisi, ada yang membaca buku bacaan, ada yang mengotak – atik laptopnya, dan juga ada yang bermain PlayStation milik Vira yang di bawanya dari rumah. Aku tak heran dengan keadaan yang ku lihat ini. Karena, hampir setiap aku berada di asrama, aku melihat keadaan ini. Tapi, perhatian ku tertuju pada suatu benda yang tergantung di dinding ruang tengah asrama. Benda itu adalah kalender. Aku ingin tau, tanggal berapa hari ini. Di kelas, tak ada seorang pun yang menyinggung soal tanggal  hari ini. Dan, kapan festival akan diadakan. Saat ku lihat tanggal berapa hari ini, aku hanya dapat melotot melihat kalender itu. Rasanya, bola mata ku akan keluar. Aku pun bergegas menghampiri Vira dan memberitahukannya apa yang barusan ku lihat di kalender.

“Hah ?! Yang bener Liv ?” Vira terkejut mendengar perkataan ku. Tanpa pikir panjang, ia langsung melesat ke depan kalender yang baru ku lihat tadi.

“Kenapa Vir ?” tanya Denia.

“Festival bunganya, hari sabtu minggu ini.” Jawab Vira suram.

“Hah ?! Hari sabtu minggu ini ?” Denia terkejut.

“Hah ?! Nggak salah ?” Denova juga terkejut dengan apa

“Oh, itu toh.” respon Ocha santai (respon awal). “Hah ?! Minggu ini ?” respon yang jauh berbeda darinya (respon yang telat).

“Ah, gimana kalau besok rapat ?” usul Marcella.

“Ide bagus ! Besok kita rapat jam setengah 7.” Ceplos Vira.

“Kamu nggak salah ? Jam setengah 7 ? Kapan kita bangunnya ?” protes Willa.

“Eh, salah. Jam 7 ?” usulnya sekali lagi.

“Setuju !” jawab kami serempak.

“Tapi, masalahnya satu. Gimana cara ngasih tau anak cowoknya ?” tanya Dhiana.

“Iya juga yah,” Vira berpikir. Kami juga ikut berpikir akhirnya. Dan Anna akhirnya bersuara.

“Aku punya ide bagus !” celetuk Anna.

“Apa ?” tanya Vira.

“Sini deh bentar.” Kata Anna pada Vira.

“Ah, begitu ya ? Aku setuju !” oceh Vira.

“Apa rencananya ?” tanya ku.

“Yang itu kejutan. Teman – teman, ide ini mungkin berhasil. Jadi, kita coba sama – sama ya. Dan untuk Nalia, maaf yah, kamu jadi korban kali ini.” Kata Vira sambil tersenyum licik.

“Eh,oh. Kok aku sih ?” Nalia jadi salah tingkah.

“Denova dan Sherin, kalian ikut kau. Tugas pertama kalian geret Nalia ke kamar ku !” perintah Vira.

“Aku mau dibawa kemana ?” kata Nalia, sambil memasang muka memelas.

“Ikut aja deh.” Jawab Vira.

Sudah 20 menit kami menunggu di ruang tengah. Ngapain aja sih mereka di dalam ? batin ku. Setelah 25 menit kami menunggu, pintu kamar Vira yang tadinya tertutup rapat mulai terbuka secara perlahan. KREEEKK, kami tak sabar rencana apa yang sebenarnya ada di benak Anna.

“Anna, sukses besar.” Kata Vira, sambil mengedipkan matanya kea rah Anna.

“Wow, keren banget kamu Nal.” Puji Nirfa.

“Iya, kamu ganteng banget deh Nal. Aku naksir kamu.” Timpal Rani.

“Ah, kalian enak bilang aku ganteng – ganteng. Aku yang di siksa tau !” omel Nalia.

“Siapa dulu, dong…Denova dan Sherin gitu !” kata Denova dan Sherin menyombongkan diri.

“Iya deh, makasih ya ciiiinnn…” jawab Vira (ih, rempong deh bo).

“Sama – sama say.” Jawab mereka berdua.

“Siapa dulu yang punya ide ?” tanya Anna.

“Annnaaaa….” Jawab kami.

“Hahaha…”

***

            Nalia menyusuri jalan menuju asrama anak laki – laki. Dengan dandanannya itu, mungkin banyak orang yang tertipu. Pos keamanan, berhasil di laluinya denga aman. Ia melanjutkan langkahnya ke asrama anak laki – laki kelas 8.3 di bagian blok depan. Sesampainya di depan pintu asrama anak laki – laki kelas 8.3, Nalia mengetuk pintu tersebut. Dan muncul lah, seorang anak laki – laki berpostur tubuh tinggi di depan Nalia. Ternyata itu, Didit.

“Assalamualaikum,” ucap Nalia.

“Wa’alaikumsalam,” jawab Didit. “Ada apa ya mas ?” tanya Didit.

“Mas, mas. Nggak nyadar nih ? Aku ini, Nalia tau…” jawab Nalia kesal.

“Oh, masa sih ? Ada apa ?” tanyanya lagi.

“Kasih tau yang lain ya. besok, jam 7 sudah harus ada di kelas, ada rapat.” Jawab Nalia.

“Oh, iya. Baiklah.” Katanya.

“Yap, tugas ku sudah selesai. Assalamualaikum !” kata Nalia sambil pergi berlari.

“Wa’alaikumsalam, makasih ya.” teriak Didit (padahal udah nggak kedengeran).

***

            Tak beberapa lama kemudian, Nalia kembali ke saram anak perempuan kelas 8.3 dengan selamat. Ia pun membiarkan dirinya terjatuh ke atas sofa di ruang tengah asrama.

“Gimana ? Sukses ?” tanya ku padanya.

“Iya, tapi capek juga lari dari sana ke sini ya.” jawabnya.

“Ya, lumayan. Jaraknya, mungkin sekitar 500 meter.” Jelas ku.

“Setengah kilo ? Pantesan capek.” Keluhnya.

“Terima kasih ya Nalia.” Kami mengucapkan terima kasih pada Nalia secara bersamaan.

“Ya, sama – sama.” Jawabnya.

***

Keesokan harinya, kami telah berada di kelas pagi ini. Ya, sekarang baru pukul 06.50 pagi. Tapi, kelas kami sudah hampir terisi penuh dengan penghuni sehari – harinya. Kami tinggal menunggu 2 orang lagi. Yaitu, Billy dan Alvin. Saat rapat akan di mulai, mereka berdua datang dengan naps tersengal – sengal.

“Hosh, hosh. Sory kalau kita telat” kata Alvin.

“Hosh, hosh. Iya nih, kita berdua kesiangan. Sory ya.” lanjut Billy.

“Iya, udah duduk sana.” Perintah Vira.

Rapat berlangsung selama 45 menit. Rapat berjalan dengan tenang dan sesekali tegang. Kami mendapat kesepakatan, bahwa akan mendapatkan 30 bunga. Kami di bagi menjadi 3 kelompok. Regu cowok, regu cewek 1, dan regu cewek 2. Aku satu kelompok dengan Denova, Ocha, Willa, Rani, Vira, Karen, Enindah, dan Adliana. Kelompok ku, mendapat tugas mencari 9 jenis bunga Anggrek dan 1 bunga Sedap Malam. Dua kelompok lainnya, mendapat tugas mencari 9 jenis bunga Mawar beserta bunga Tulip, dan 9 jenis kaktus beserta 1 bunga Lily.

***

            Selama 5 hari, kami menyiapkan semuanya. Dari bunga, stan, dan juga tempat. Setelah 5 hari kami menyiapkan semuanya, festival bunga itu pun di mulai. Sabtu, 25 Juli adalah waktu dimana kami akan memperlihatkan berbagai jenis bunga dalam sebuah stan kecil kelas kami. Kami telah siap dengan stan sederhana kami.

“Wah, raimai sekali ya.” Adliana terlihat takjub.

“Iya, pusing aku ngeliatin orang segini banyak.” Jawab Willa.

“Kalau pusing, nggak usah diliatin dong.” Samber Bhakti dengan dingin.

“Terserah kita dong. Kita ini, yang punya mata.” Jawab Willa.

“Udah, udah. Nggak usah berantem.” Tegur Vira.

“Iya deh ketua.” Jawab Adliana.

Aku berkumpul dengan 5 sahabta ku, di bagian selatan stan kelas ku. Kami mengobrol tentang festival bunga kali ini.

“Eh, festival itu, banyak peminatnya yah. Aku baru sadar.” Kata Enindah.

“Ya, iyalah rame. Namanya, juga festival. Kamu nggak pernah lihat festival ?” jelas Nalia. Enindah hanya menggeleng.

“Eh, jam berapa nih ?” tanya Karen.

“Jam 10.00 Ren, emang kenapa ?” jawab ku.

“Aku punya cemilan nih. Mau nggak ?” kata Karen sambil menyodorkan sekantung makananan ringan.

“Eh, mau dong…” jawab Anna.

“Ah, kamu mah mau semua An. Yang penting gratis, iya kan ?” Ninsya meledek Anna.

“Betul betul betul !” jawab Anna.

“Hahaha…” tawa kami meledak setelah mendengar kata betu dari Anna.

Tak terasa, sekarang sudah pukul 12.00 siang. Artinya, sudah waktunya penutupan festival. Dan, yang paling di tunggu – tunggu, adalah pengumuman juara festival bunga ini. Suara pak Harris mulai terdengar di seluruh penjuru sekolah.

“Tolong perhatiannya sebentar anak – anak. Bapak, akan mengumumkan juara dalam festival bunga kali ini. Juara ke-3, adalah kelas 7.6. Juara ke-2, di raih oleh kelas 9.9. Dan, juara pertama…”

“Ah, nggak ada harapan dah, kelas kita.” Kata Didit putus asa.

“Iya, bener kamu Dit.” Timpal Refly.

“Juara pertama, adalah kelas 8.3 !!!” lanjutan kata – kata pak Harris menghentikan firasat buruk kami.

“Hah ?! Kita ? Kelas kita ?” tanya Sherin dengan tidak yakin.

“Iya, benar kelas kita.” Lanjut Vira yang sebenarnya masih tak percaya.

“HOREEEE!!!!” kegembiraan kami saat itu, tak bisa terbendung. Tangisan, tawa, dan ucapan syukur, mengalir deras pada saat itu. Kami sangat bahagia saat itu. Bahkan, kami sampai kehabisan kata – kata. Itulah, akhir bahagia yang kami dapatkan setelah berusaha keras dan bergotong royong. Bagi kami, pertemanan, bukan hanya sekedar kawan bermain, atau pun kawan bicara. Tapi, pertemanan, adalah sebuah kebahagiaan yang tak terhingga.

Tinggalkan komentar